Norman
Fainstein adalah seorang sarjana yang diakui secara internasional dalam studi
perkotaan. Dia telah menerbitkan
beberapa buku dan banyak bab dan artikel ilmiah di bidang sosiologi perkotaan
dan politik, perencanaan dan pengembangan, kebijakan publik, ras dan gerakan
sosial. Dia adalah editor pendiri Studi Ras dan Etnis, bertugas di dewan beberapa jurnal lainnya. saat
ini ia adalah seorang peneliti kebijakan metropolitan dan regional, pinggiran
kota di Eropa dan Amerika Utara, dan evaluasi politik pembangunan perkotaan.
Susan S. Fainstein (lahir 1938) adalah teoritikus
politik dan sarjana perencanaan kota. Penelitian
dan penulisannya telah difokuskan pada efek distributif strategi pembangunan
perkotaan dan megaprojects, peran demokrasi dan kontrol masyarakat di
lembaga-lembaga publik lokal, dan membangun teori moral "Just city”
Beliau adalah istri profesor perencanaan kota dan mantan presiden connecticut college, Norman I.
Fainstein.
Planning Typology
Norman Fainstein & Susan S. Fainstein membagi 4
jenis perencanaan berdasarkan “pelaku” yang menentukan tujuan perencanaan dan
cara untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu:
- Traditional Planning
- Democratic Planning
- Equity Planning
- Incremental Planning
1. Traditional Planning
Dalam
traditional planning penetapan tujuan perencanaan dan cara pencapaian tujuan
dilakukan oleh perencana. Perencanaan dianggap sebagai orang yang paling tahu
tujuan dan cara yang benar karena telah pakar dan berpengalaman, sehingga dapat
dipercaya. Perencanaan tradisional lebih menekankan pada aspek fisik
pengembangan kota. Sehingga pengembangan kota dilakukan secara tertata
(teratur) dan penerapan standar tertentu. Suatu rencana akan dinilai telah
memenuhi standar apabila telah benar dan tepat “secara ilmiah”. Dengan
kepakarannya, para perencana dianggap mampu bertindak obyektif, tidak memihak
salah satu kelompok dalam menetapkan tujuan perencanaan dan cara mencapai
tujuan tersebut. Hal-hal tersebut menyebabkan perencana tradisional merasa
tidak perlu melakukan konsultasi ke masyarakat luas.
Jenis perencanaan tradisional ini
adalah jenis perencanaan yang didasari oleh teori politik teknokratik. Teori
teknokratik muncul dalam era industri, yang mana pada era tersebut kekuatan
politik berada pada golongan atas yang menguasai teknologi. Mereka beranggapan
bahwa dengan menerapkan pendekatan ilmiah lewat teknologi berbagai masalah
perkotaan yang dihadapi akan dapat diatasi. Pengatasan teknokratik ini
mengakibatkan adanya anggapan : tidak perlu minta pendapat masyarakat.
Kekuasaan negara, melalui perencanaan yang rasional, akan digunakan untuk
mengatur ekonomi dan untuk memajukan kelas bawah. Teori teknokratik inilah yang
mendasari asumsi perencanaan tradisional bahwa perubahan sosial bagi kepentingan
seluruh masyarakat harus dimulai kelas atas.
2. Democratic Planning
Democratic Planning mulai muncul
pada tahun 1960-an. Aliran ini muncul sebagai Kritik terhadap perencanaan
tradisional yang dirasa “memaksakan” rumusan tujuan perencanaannya kepada
masyarakat, padahal masyarakat belum tentu menerimanya. Kritik ini memulai era
bergesernya perencanaan “top-down” ke perencanaan partisipatori yang dianut
oleh tipe perencanaan demokratis. Dalam perencanaan demokratis, yang berwenang
menetapkan tujuan perencanaan dan cara mencapainya adalah masyarakat (publik).
Dalam kondisi terdapat banyak kelompok dan banyak kepentingan yang bertentangan, maka perencanaan
demokratis perlu mendapatkan legitimasi dari semua kelompok dan kepentingan—dalam arti didukung oleh mayoritas
masyarakat.
Jelas, bahwa teori politik yang
melandasi democratic planning adalah teori demokrasi. Teori ini
menganggap bahwa tiap orang adalah sama dan pendapat tiap orang adalah
benar menurut orang itu sendiri. Maka pendapat dari mayoritas merupakan
pendapat yang paling benar. Sehingga dalam perencanaan demokratis, maka
tujuan dan cara harus berdasarkan pada kepentingan atau pendapat mayoritas
tersebut.
3. Equity Planning
Aliran ini muncul di dekade-dekade
akhir Abad ke 20. Equity planning agak mirip dengan perencanaan
demokratis dan perencanaan advokasi. Jika perencanaan demokratik memfokuskan
pada proses partisipasi, sedangkan perencanaan ekuiti menekankan pada
program-program substantif. Artinya fokus bergeser dari “siapa yang berwenang
(menetapkan tujuan dan cara)“ menjadi “siapa mendapat apa”. Dalam hal feminism
misalnya. Jika democratic planning menekankan pada posisi wanita dalam
pengambilan keputusan, equity planning menekankan pada bagaimana caranya agar
keputusan yang diambil juga berpihak kepada wanita. Ekuiti tidak selalu
demokratis. Equtiy planning tidak selalu mempunyai pendukung mayoritas dalam
masyarakat, tapi mereka membela keadilan bagi kelompok masyarakat tertentu
(tertinggal, minoritas, tertindas).
Perencanaan ekuiti maupun advokasi,
keduanya, berlandaskan teori politik sosialis. Dari pandangan teori sosialis,
kaum tersingkir atau tertindas perlu mendapat perimbangan kekuatan politik.
Mereka perlu dibela dalam proses perencanaan yang biasanya tidak melibatkan
kaum “pinggiran” tersebut.
4. Incremental Planning
Perencanaan inkrimental melakukan
perencanaan dalam jangka pendek, sepotong demi sepotong, bersambung, bukan
dipikirkan secara jangka panjang. Ungkapan yang pas untuk menggambarkan
incremental planning adalah : kita hanya memikirkan dimana kita hidup dan kapan
kita hidup. Pelaku perencanaan dalam incremental planning bukan hanya satu
instansi atau lembaga tapi seluruh unsur atau kelompok-kelompok masyarakat.
Kalau perencanaan ekuiti atau advokasi melihat antar kelompok atau antar
kepentingan terdapat konflik, tapi perencanaan inkrimental melihatnya sebagai
harmoni dari potongan-potongan perencanaan di masyarakat. Karena dilakukan
sepotong demi sepotong, perencanaan tipe ini tidak mengenal tujuan perencanaan
atau cara mencapainya. Oleh karena itu ada yang berpendapat bahwa incremental
planning itu bukan sepenuhnya planning, sebagaimana dikatakan Fainstein dan
Fainstein :
“in terms in our definition of
planning, incrementalism is not really planning at all. Policy outcomes are not
arrived at through formal rationality and there is no specifying of end and
means”
Daftar Pustaka
http://muhammadrezkihr.blogspot.co.id/2011/11/city-planning-and-political-values.html (diakses pada 14 Januari 2016)
https://www.conncoll.edu/directories/emeritus-faculty/norman-fainstein/ (diakses pada 14 Januari 2016)http://muhammadrezkihr.blogspot.co.id/2011/11/city-planning-and-political-values.html (diakses pada 14 Januari 2016)
https://en.wikipedia.org/wiki/Susan_Fainstein
(diakses pada 14 Januari 2016)
Komentar
Posting Komentar