Langsung ke konten utama

teori urban sprawl

Teori Urban Sprawl
  Fenomena Urban sprawl ditandai oleh adanya alih fungsi lahan di sekitar kota (urban periphery) yang tidak terkontrol. Semakin bertambahnya penduduk kota menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap jumlah lahan yang digunakan, maka untuk memenuhinya diperlukan suatu pengembangan atau perluasan wilayah ke daerah-daerah disekitar kota tersebut. Pengembangan dan perluasan daerah ke derah pinggiran kota inilah yang disebut dengan Urban Sprawl. Di Indonesia, beberapa contoh fenomena Urban sprawl yang dapat kita tinjau adalah kawasan metropolitan Depok-Tangerang-Bekasi yang sebenarnya merupakan daerah sprawl dari Metropolitan Jakarta. (Konurbasi adalah urban area atau aglomerasi yang terdiri dari beberapa kota besar, kota kecil, dan daerah urban yang mana terjadi perumbuhan penduduk dan pembangunan fisik secara besar-besaran. Semunya terhubung oleh jaringan transportasi.)
Banyak alasan yang mendasari terjadinya fenomena urban sprawl, mulai dari perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea pinggiran kota, asumsi harga lahan yang lebih murah dan terjangkau serta kondisi udara yang masih sehat yang belum banyak tercemari seperti pusat kota. Kemudian keberadaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) diyakini masih belum dapat diimplementasikan dalam mencapai tata ruang yang pro-lingkungan. Terlalu banyak kepentingan sosial ekonomi yang ingin dilaksanakan oleh pemerintah setempat, sehingga pada kenyataannya mempengaruhi pelaksanaan RTRW yang menyebabkan fungsi lingkungan terabaikan.
Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan penggunaan lahan yang terjadi secara serempak, seperti sebagai berikut:

  1. Single-use zoning
Keadaan ini menunjukkan situasi dimana kawasan komersial, perumahan dan area industri saling terpisah antar satu dengan yang lain. Sebagai konsekuensinya, bidang besar tanah digunakan sebagai penggunaan lahan tunggal yang saling terpisahkan, antara ruang terbuka, infrastruktur atau hambatan lainnya.
  1. Low-densityzoning Sprawl
    Rumah tinggal tunggal, yang sangat luas memiliki banyak penggunaan lahan dan saling berjauhan satu sama lain, terpisahkan  oleh halaman rumput, landscape, jalan atau lahan parker yang luas.
  2. Car-dependent communities
Area yang mengalami Urban sprawl biasa dikenali dengan tingkat penggunaan mobil yang tinggi sebagai alat transportasi, kondisi ini biasa disebut dengan automobile dependency.
Dengan adanya fenomena Urban Sprawl maka muncullah berbagai teori untuk menangani masalah ini, diantaranya adalah Redevelopment (pembangunan kembali) adalah Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari atau seluruh unsur-unsur lama dari kawasan kota tersebut engan tujuan meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan. Pembangunan kembali kawasan ini dapat dilakukan dengan tiga alternatif yaitu:

  1. Upgrading, dalam ilmu teknik elektro upgrading yakni menambah hardware atau komponen PC ke spesifikasi yang lebih tinggi, maka dalam ilmu Planologi upgrading dilakukan untuk memperindah suatu kawasan.
  2. Resettlement yakni yakni mendirikan pemukiman baru yang ditata secara baik (modern), yang diharapkan nantinya dapat memacu pertumbuhan dan pengembangan wilayah.
  3. Urban Renewal adalah Upaya perawatan kembali suatu wilayah dengan mengganti sebagian atau seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru dengan tujuan untuk meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan sehingga kawasan tersebut memberikan konstribusi yang lebih baik bagi kota secara keseluruhan/
Daftar Pustaka :

 https://psaonone.wordpress.com/2013/03/05/urban-sprawl/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

teori kutub pertumbuhan (growth pole)

Growth Pole Theory (Kutub Pertumbuhan) Teori ini dikembangkan oleh ahli ekonomi Perancis Francois Perroux pada tahun 1955. Inti dari teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di tiap daerah tidak terjadi di sembarang tempat melainkan di lokasi tertentu yang disebut kutub pertumbuhan. Untuk mencapai tingkat pendapatan tinggi harus dibangun beberapa tempat pusat kegiatan ekonomi yang disebut dengan growth pole (kutub pertumbuhan). Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah teori tata ruang ekonomi, dimana industri pendorong memiliki peranan awal dalam membangun sebuah pusat pertumbuhan. Industri pendorong ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1. Tingkat konsentrasi tinggi 2. Tingkat Teknologi Maju 3. Mendorong perkembangan industri di sekitarnya 4. Manajemen yang professional dan modern 5. sarana dan prasarana yang sudah lengkap Konsep Growth pole dapat didefinisikan secara geografis dan fungsional Secara geografis growth pole dapat digambar

Teori Konsentris

Teori Konsentris Kota dianggap sebagai suatu obyek studi dimana di dalamnya terdapat masyarakat manusia yang sangat komplek, telah mengalami proses interrelasi antarmanusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Hasil dari hubungan itu mengakibatkan terciptanya pola keteraturan dari penggunaan lahan. E.W. Burgess (1925), merupakan orang yang pertama kali menuangkan pengamatannya ini. Menurutnya, kota Chicago ternyata telah berkembang sedemikian rupa dan menunjukan pola penggunaan lahan yang konsentris dimana masing-masing jenis penggunaan lahan ini dianalogikan sebagi suatu konsep “natural area” . Dari pengamatannya, suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda. Dari hal ini, kemudian menyebabkan Burgess terkenal dengan teori konsentrisnnya ( Concentric Theory ).                                   Gambar 1. Model Zone Konsentris Burges Seperti terlihat pada model diatas, daera

Teori Livable City

Teori Livable City Livable City merupakan sebuah istilah yang menggambarkan sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang dilihat dari berbagai aspek baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dll). Beberapa definisi Livable City diantaranya : “The coin of livability has two faces : Livehood is one of them, ecological sustainability is the other” (P.Evans,ed 2002. Livable Cities ? Urban Struggles for Livelihood and Sustainability) “A Livable city is a city where I can have ahealthy life and where I have the chance for easy mobility… The liveable city is a city for all people” (D.Hahlweg,1997. The City as a Family) Beberapa institusi telah mengadakan beberapa penilaian mengenai Livable City ini, diantaranya adalah : a.    Americas Most Livable Communities , yang menilai tingkat kenyamanan hidu